Malaikat sedang sibuk

Dengan hanya berbekal sepuluh ribu rupiah aku bergegas menempuh perjalananan pulang menuju Garut dengan mengendarai sepeda motor pinjaman dari Tasikmalaya. Hujan begitu lebatnya mengguyur. Keinginan untuk sampai ke rumah begitu kuatnya, karena saat itu aku akan merayakan natal bersama keluargaku, sampai-sampai aku harus berbasah kuyup dan mengabaikan dingin. Jarak yang harus ku tempuh masih cukup panjang. Apalagi hari sudah menjelang malam dan hujan bertambah lebat.

Tanpa disangka, di tengah perjalananku terhenti karena ban motor yang ku kendarai kempes. Entah karena paku atau memang aku tidak memerikasa terlebih dahulu keadaan motor itu. Hujan dan dingin masih menemaniku. Aku harus menghentikan perjalananku ini dengan mencari tukang tambal ban. Rupanya sudah tidak ada lagi bengkel tambal ban di sekitar situ yang memang jauh dari pemukiman. Atau mungkin karena hari sudah malam dan hujan yang deras mengguyur bumi.Justify Full
Dengan keadaan yang basah kuyup kucari sebuah bengkel tambal ban dengan menuntun motor itu. Dan rupanya tidak cukup dekat jaraknya. Dingin dan lelah segera menyambar keadaanku. Dan tanpa kusadari, dari mulutku mengucap pelan:"Tuhan,tolong..."

Dalam gelap...hujan...dingin dan lelah kuteruskan pencarian bengkel itu dengan mendorong motor. Katanya, untuk membuat badan untuk tetap hangat, kita harus menggerakkan badan kita. Ku dorong motor itu yang kurasa sangat berat, tapi tetap saja gemeretuk gigiku masih saja terjadi. Malah membuatku bertambah lelah yang luar biasa.

Ku lewati perjalanan ini, walaupun aku melintasi beberapa pemukiman penduduk. tapi rupanya malam dan dingin membuat mereka lebih senang berada di dalam rumah tanpa mempedulikan keadaan di luar rumah.
batas kekuatanku sudah pada puncaknya. Ku coba berteduh di suatu rumah penduduk yang ku lewati.

Dan ketika aku berteduh itu yang empunya rumah keluar dan mendapatiku yang lelah. Aku segera meminta ijin untuk sekedar beristirahat di tempatnya. Dan dia mengijinkan. lalu dia menanyakan keadaanku malah menawari segelas kopi hangat. Aku menolak halus. Tapi dia memaksaku untuk menerima tawaran itu. Malah dia segera mengeluarkan beberapa peralatan untuk membetulkan ban motorku yang kempes. Rupanya itu adalah bengkel tambal ban yang saat itu sedang tutup karena suasana tidak mengijinkan untuk terus buka. Dan dengan sadar aku berujar pelan :"Terima kasih,Tuhan".


Rupanya malaikat sedang sibuk, ...
sehingga Tuhan mengirim orang biasa melakukan pertolongan-Nya.



By:Dave


Read Users' Comments ( 0 )

Nukeu Januarika

Wanita berperawakan langsing ini tadinya begitu murung ketika kisah cintanya lagi-lagi kandas. Murung dan menangis -sesekali senyum kecut- yang dapat dilakukannya. Tapi hal itu membuatnya menjadi lebih dewasa. Semakin mantap menyambut hari,katanya.

Pengalaman itu yang membuat dia mengasuh acara 'Nightalker' bersama kang Dave. Sekalian berbagi pengalaman katanya. Juga keahliannya mengolah masakan di rumah makan tempat dia bekerja, tak segan dia bagi juga.

Bagi yang mau kenal, harap sabar menunggu karena saat ini dia sedang kasmaran dengan seorang lelaki ganteng.Namanya......Jason Mraz. (Jiiiiiaaaaahhh........!)




Read Users' Comments ( 1 )

Tips menjadi Presenter Radio

Anda ingin menjadi presenter radio? Pada era keterbukaan sekarang peluang berkarir di radio sangatlah terbuka. Anda bisa memulai di radio lokal yang bila dikembangkan terus skill-nya akan berakhir di Washington atau London. Radio sampai sekarang merupakan medium jurnalistik sangat penting dan belum tergantikan televisi.

Presenter radio diperlukan mengikuti era multimedia sekarang ini. Oleh sebab itu, ada beberapa tips yang bisa bermanfaat untuk menjadi presenter radio khususnya presenter bidang news dan current affairs

1. Wawasan mengenai peristiwa lokal, nasional dan internasional. Seorang presenter apalagi menyampaikan berita setiap hari.
2. Suara yang standar. Setiap orang memiliki warna suara. Temukan suara Anda dengan berlatih. Suara adalah perangkat penting dalam radio. Oleh karena itu menyadari pentingnya pita suara dalam diri seorang presenter merupakan hal esensial. Apakah warna suara ana bas, bariton atau melengking, semuanya masih memungkinkan tergantung dari radio yang akan dimasuki.
3. Otoritatif namun rileks. Radio adalah medium yang intim. Suara Anda perlu otoritatif namun terdengar akrab. Nada otoritatif itu bisa digambarkan sebagai suara yang akrab di telinga namun mengandung suasana yang lugas dan langsung. Dia tidak basa basi dan berpanjang-pangjang namun terdengar alamiah dan mengalir.
4. Semangat dalam menyampaikan informasi. Sikap antusias dalam menyampaikan informasi merupakan bekal sangat penting. Prinsipnya, jika Anda antusias karena kabar yang disampaikan sesuatu yang baru dan perlu diketahui pendengar maka sikap yang keluar dari suara Anda juga seolah-olah mengajak pendengar untuk mengikutinya. Sebaliknya jika Anda tidak ansusias suda dapat diguga pendengar pun malas mengikutiny.
5. Jadikan siaran Anda “your show”. Anggap ini adalah panggung Anda. Presentasi merupakan sebuah pertunjukkan. Anda harus menganggap sebagai sopir dan pengendali yang menguasai “panggung” siaran. Setiap nada, intonasi dan suara yang keluar dari diri Anda menjunjukkan bagaimana jalannya siaran itu seharusnya. Seperti halnya teater maka dalam penyampaian pun ada pembukaan, isi dan penudup. Ada nada suara tinggi, rendah dan menekankan. Semuanya disampaikan bukan dengan sikap membosankan.
Perlu juga saya tambahkan tips presenters ini dari situs BBC.
Presenter sebenarnya “penghubung” satu bagian dengan bagian lain dari siaran. Oleh sebab it kadang-kadang presenter merekam atau menyampaikan secara langsung “links” itu.

Tips dari BBC
1. Tenang. Suara bicara yang alamiah kadang-kadang terlalu cepat untuk pendengar oleh karena itu tenanglah suaranya dan perlahan-lahan menyampaikan informasi yang Anda sampaikan.
2. Buatlah setiap kata-kata itu berarti. Baca naskah dengan rasa percaya diri dan katakan setiap kata dengan tepat. Jangan mengakhiri kalimat tidak lengkap.
3. Bersikaplah seolah-olah Anda bicara kepada orang tertentu. Bayangkan Anda meneceritakan sesuatu kepada satu orang di dalam pikiran Anda.
4. Hindari rasa canggung dan gelisah. Nanti kedengarannya aneh di telinga pendengar.
5. Tersenyumlah. Mungkin ini terdengar baik, seperti Anda lihat sendiri kadang-kadang sikap tersenyum membuat suara lebih bersahabat.
6. Ingat suara Anda bagus seperti orang lain. Setiap orang bisa bicara lamban atau menyajikan dengan jelas tidak jadi soal apakah aksen anda tinggi atau rendah.


Read Users' Comments ( 0 )

Budhi Zorro

Terkesan pendiam si akang yang satu ini, tadinya terkesan pemalu tapi lama kelamaan setelah dekat tak dinyana begitu gokilnya....malah malu-maluin!(hehehehehe....).

Tapi tak apalah.....banyak yang suka koq dengan suaranya. Apalagi isi kepalanya yang ahli banget soal-soal IT. Lagipula di kesehariannya dia seorang pemain bass. Malah menjadi manager dari sebuah group band yang diasuhnya. Soal pemusik kesukaannya mulai dari Victor Wooten sampai Kangen Band.Dahsyat pan?

Jika mau ketemu dengan dia, diharapkan pada malam hari. Karena jika siang hari dia harus ngurus warnet BlueNet yang dikelolanya. Dijamin bakal diselingkuhi oleh aktivitasnya sebagai netter.




Read Users' Comments ( 2 )

Nyeredet

Hari : Minggu 11 oktober 2009
Program acara : Ungkapan hati pkl 22.00 - 24.00


Di antara sudut-sudut gelap dan sepi seakan keceriaan masa kecil....
Senyum bahagia bunda dan tatapan bapak yang bangga seakan terlihat di dinding kamar....
Di antara usia yang merayap tua dan aku seakan terpatri memendang kehampaan jauhnya menempuh kehidupan......
Ingin kuraih semua yang ada yang ditawarkan kehidupan namun begitu sulit kupecahkan segala kesunyian....
Hidup ini terlalu mahal dan indah untuk diburamkan.....


oleh kang Evan,
sahabat setia Jass FM
cerita waktu mendengarkan lagu Kiroro Mirai'e


Read Users' Comments ( 0 )

KNOWING IS NOTHING,
APPLYING WHAT YOU KNOW
IS ....
EVERYTHING!


Read Users' Comments ( 0 )

Nightalker

Alkisah ada dua orang kakak-beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian dan bahu-membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerja-sama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalah-pahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf Tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan", kata pria itu dengan ramah. "Barangkali Tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan."

"Oh ya!" jawab sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku,. ..... ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya. "

Kata tukang kayu, "Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat Tuan merasa senang."

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku.

Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku", kata sang adik pada kakaknya.

Dua bersaudara itupun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.

"Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang kakak.

"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini", kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan."


Read Users' Comments ( 0 )

Michael Jackson in memories

August 29,1958 - June 25,2009



Read Users' Comments ( 0 )

Angels and Demons

Ketika terjadi sebuah pembunuhan terhadap seorang ahli fisika Italia, Leonardo Vetra, Robert Langdon kembali beraksi bersama anak sang korban, Vittoria Vetra untuk mengungkapkan misteri di balik perkumpulan rahasia The lluminati. Berbagai petunjuk menuntun mereka ke segala penjuru Vatican, termasuk empat altar pengetahuan: Tanah, Udara, Air dan Api.

Seorang pembunuh bayaran yang bekerja untuk The Illuminati, telah membunuh secara keji keempat calon pengganti Paus. Misteri itu juga menuntun mereka untuk mengungkap sumber energi terhebat yang dapat digunakan sebagai senjata pembunuh massal yang dapat membunuh jutaan orang.

Angels & Demons merupakan novel ketiga Dan Brown, dan walaupun pada novel ini merupakan prequel dari The Da Vinci Code, tetapi sang sutradara Ron Howard membuat film ini sebagai sequel dari film sebelumnya. Apakah sequel ini dapat membuat sensasi seperti film The Da Vinci Code?


Pemain:
Tom Hanks ... Robert Langdon
Ayelet Zurer ... Vittoria Vetra
Ewan McGregor ... Carlo Ventresca
Stellan Skarsgård ... Richter
David Pasquesi ... Vincenzi
Victor Alfieri ... Lieutenant Valenti
Cosimo Fusco ... Father Simeon
Allen Dula ... Vatican Police
Sutradara:Ron Howard
Produser:Brian Grazer, John Calley
Produksi:Columbia Pictures
Durasi:140menit



Read Users' Comments ( 0 )

Kemanakah Jass....

2 bulan sebelumnya..."Asyik ada Radio jazz diGarut!!" teriak kami sekeluarga ketika mendengarkan salah satu station radio didalam mobil..., "akhirnya digarut ada yang berani membentuk radio jazz......bla...blaa.... dan lain2...!" perbincangan kami didalam mobil begitu panjang merespon keberadaan Radio tersebut.

Tapi kenapa ko sekarang yang ada hanya suara gemuruh angin di gelombang 101 Fm... sayang....
padahal baru beberapa bulan ini kami mengacungkan ibu jari tangan (mengangkat jempol) setinggi-tingginya untuk radio tersebut... sedihlah hati ini.....

Padahal keceriaan, kelembutan, komedian, kesantunan penyiarnya semua variatif dan serta didukung oleh sajian2 program yang begitu berbeda dengan radio lain...
kami yakin bila dipertahankan dan diperjuangkan... radio jass akan berkembang serta sebagai radio pertama dengan format lagu Jazz diGarut...

mudah2an apa yang kami kirimkan kegembiraan dan kesedihan ini jadi perhatian buat semua organ-organ yang ada di 101Jass FM. Thk, Wassalam.

Email dari pendengar


Read Users' Comments ( 0 )

Benar-benar Pusing !

Setelah melewati beberapa minggu...hari...jam...detik! Akhirnya Jass kembali mati suri. Sama seperti keadaan sebelum kami-kami ini nyerocos di udara kota Garut pada beberapa waktu lalu. Makanya jangan heran ketika Jass terdengar bagai mp3 player yang banyak teraplikasi di handset atau yang lebih mengasyikan adalah hanya terdengar :" sssssshhhhhh.........."

Setelah terjadi perdebatan sana-sini tentang beberapa program yang tidak layak jual (padahal sebelumnyapun tidak bisa/ada yang terjual. Ukurannya apa yak?), penyiar yang katanya tidak capable (kemana 'kalian' selama ini?) dan beberapa kendala teknis yang melingkupinya, seperti : komputer yang ngadat kena virus, pemancar yang ngebeledug dan lain-lain.

Tapi ada beberapa hal yang mendasar dari semua persolan yang muncul adalah :
- Tidak adanya kesamaan visi dari para petinggi Jass yang bersepakat menentukan format radio.
- Beberapa personel yang ada di lingkungan Jass yang berupaya menjadi serigala!
- Beberapa personel yang selalu menjejalkan kemauannya sendiri, padahal jelas-jelas kemauan tersebut tidak masuk akal bagi dunia persilatan radio.
- Beberapa personel yang tidak bisa menempatkan/menjadikan dirinya sesuai jabatan dan fungsinya.

Tapi semuanya sudah terjadi, kami yang ikut bergabung hanya karena rasa pertemanan (kami tidak mendapat reward sedikitpun di Jass malah lebih banyak memberikan reward tersebut buat Jass ... hebat kan?) tidak mau turut pusing dengan persoalan ini, harus mundur dari percaturan konflik ini. Tentunya dengan beberapa ungkapan klise yang muncul : " Walaupun kita tidak bersama, tapi masih berteman kan?" ( Pan.... The Friendly Station !)

Walaupun kita tidak Jass lagi tapi atas permintaan rekan-rekan semua, terutama yang selalu stay tune berharap blog ini juga tidak turut mati. Karena salah satu sarana menjalin silaturahmi (walaupun sudah ada sarana lain yang membuat lebih privacy, malah sudah membicarakan urusan perkawinan!... Olala!).

Terima kasih atas perhatian dan kebersamaan kita selama ini. Kita masih tetap ada dengan menyajikan lagu-lagu jazz yang disuka di radio yang ada di blog ini. Atau jika mau mendengar yang tidak jazzy silahkan visite ke blog masing-masing (link tersedia di blog ini).

Yuu....ah,friends!


Read Users' Comments ( 1 )

Cikal bakal Indie di Indonesia

Di tahun 1975 sekelompok anak muda yang tergabung dalam band Gipsy yang mangkal di seputar Jalan Pegangsaan Barat 12 Menteng Jakarta Pusat berkolaborasi dengan seniman serba bias Guruh Soekarno Putera,putera Bung Karno yang terampil dalam seni musik,seni tari dan seni pertunjukan.Kebersamaan mereka lalu melebur dalam proyek Guruh Gipsy yang tengah menggas eksperimentasi musik menyandingkan musik tradisional Bali dan musik rock progresif.Mereka berkarya bebas tanpa harus tunduk pada rambu rambu industrialis yang menghamba pada komersialitas belaka.Sebuah idealisme memang telah mencuat dari sini.Jelas musik semacam ini jelas bakal ditolak oleh industri musik mainstream (arus besar) yang ada di jaman itu seperti Remaco,Yukawi,Purnama Record,Irama Tara dan banyak lagi.

Musik mainstream sendiri merupakan sebuah industri yang telah mapan ,yang mengcover mulai dari promosi hingga distribusi dengan baik .

Dengan menghimpun dana dari para donator,Guruh Gipsy dengan waktu mendekati 2 tahun akhirnya merampungkan album tersebut di tahun 1977.Distribusi “door to door” pun mereka lakukan dengan semangat bergerilia.Kaset Guruh Gipsy yang dicetak sebanyak 5000 keping memang tak bias ditemukan di toko toko kaset biasa.Melainkan di tempat tempat yang tak lazim,misanya dititipkan di apotik,salon bahkan dijajakan dengan membuka paying paying semacam tenda serta di beberapa tempat studio latihan maupun sekolah musik.Dan inilah yang saya anggap sebagai gerakan musik Indie yang sesungguhnya.

Denny Sakrie



Read Users' Comments ( 0 )

Bubi Chen - 'Art Tatum' dari Asia

Bubi Chen lahir di Surabaya, 9 Februari 1938. Saat berusia 5 tahun oleh ayahnya Tan Khing Hoo, Bubi diserahkan kepada Di Lucia - seorang pianis berkebangsaan Italia - untuk belajar piano. Meski belum bisa membaca bahkan memahami not balok, Di Lucia bisa mengajarinya.

Ketertarikannya mempelajari jazz lantaran sering melihat latihan dan pertunjukan kakak-kakaknya, Jopie dan Teddy Chen. Meskipun ia sempat belajar piano klasik dengan Josef Bodmer, guru piano berkebangsaan Swiss dan menekuni musik-musik karya Mozart, Bethoven dan Chopin.

Saat belajar bersama Bodmer ini, suatu ketika Bubi tertangkap basah oleh sang guru sedang memainkan sebuah aransemen jazz. Bodmer tidak marah, justru malah berpesan, "Saya tahu jazz adalah duniamu yang sebenarnya. Oleh karena itu, perdalamlah musik itu".

Bubi belajar jazz secara otodidak. I a mengikuti kursus tertulis pada Wesco School of Music, New York antara tahun 1955-1957. Salah seorang gurunya adalah Teddy Wilson, murid dari tokoh swing legendaris Benny Goodman.

Di Kota Buaya, Surabaya Bubi Chen membentuk sebuah grup bernama The Circle bersama Maryono(saksofon), F.X. Boy (bongo), Zainal (bass), Tri Wijayanto (gitar) dan Koes Syamsudin (drums).

Bersama Jack Lesmana (alm), Maryono(alm), Kiboud Maulana, Benny Musthapa dan kakaknya Jopie Chen, ia juga tergabung dalam Indonesian All Stars. Kelompok Indonesian All Stars ini malah sempat berangkat dan tampil di Berlin Jazz Festival pada tahun 1967. Setelah itu mereka rekaman dan menelorkan album yang kini menjadi barang langka, "Djanger Bali". Album ini digarap bersama seorang klarinetis ternama asal Amerika Serikat, Tony Scott.

Bubi Chen pernah membuat rekaman jazz bersama Nick Mamahit dan diproduseri Suyoso Karyoso atau yang akrab dipanggil mas Yos. Tahun 1959, bersama Jack Lesmana, ia membuat rekaman di Lokananta. Rekamannya yang bertitel Bubi Chen with Strings perndah disiarkan oleh Voice of Amerika dan dikupas oleh Willis Conover, seorang kritikus jazz ternama dari AS.

Bubi juga pernah membentuk Chen Trio bersama saudaranya Jopie dan Teddy Chen ditahun 1950-an. Ditahun yang sama ia juga bergabung dengan Jack Lesmana Quartet yang kemudian berganti menjadi Jack Lesmana Quintet.

Menetap di Surabaya, Bubi Chen menularkan ilmu yang dimilikinya. Beberapa diantaranya cukup dikenal antara lain Abadi Soesman, Hendra Wijaya, Vera Soeng dan Widya Christanti.

Bubi Chen telah merilis banyak album. Beberapa diantaranya Bubi Chen And His Fabulous 5, Mengapa Kau Menagis, Mr.Jazz, Pop Jazz, Bubi Chen Plays Soft and Easy, Kedamaian(1989), Bubby Chen and his friends (1990), Bubi Chen - Virtuoso(1995), Jazz The Two Of Us (1996), All I Am (1997) dan banyak lagi.

Beberapa catatan kritikus yang pernah dibuat antara lain sebagai berikut:

Menanggapi karya Bubi Chen seorang Harry Roesli pernah menulis "...Bayangkan, sebuah otonomi estetik kecapi-suling disusupi secara indah oleh Bubi Chen dengan bentuk improvisasi dan subtitusi jazz. Bayangkan sebuah harmoni sakral dan hampir minimalis, dibayangi oleh idiom-idiom jazz dari permainan Bubi Chen dengan akur-akur seluas-luasnya, bahkan dengan teknik super-impossion yang demikian modern. Secara teknik saja, hal itu sudah menarik. Tetapi ini lebih dari itu, Bubi Chen total, lentur, "kawin" dengan pakem-pakem kecapi-suling, tanpa menghilangkan karakter dia yang kuat, juga kentalnya sentuhan dan rasa seorang Bubi Chen. Makanya, hal ini bisa disebut "Hebat" ... (Harry Roesli, 4 September 1989).


Bubi Chen adalah seorang pianis yang seluruh jiwanya dicurahkan kepada musiknya. Apapun yang keluar dari tangannya pada piano, selalu mencerminkan musikalitasnya yang berakar pada jazz. Diberikan kepadanya sekumpulan lagu2 Indonesia yang indah dan seksi rhythm dengan kaliber Benny Mustafa pad drum dan Perry Pattiselano pada bass, tentu kita akan bertanya, apakah jadinya? Tanpa banyak analisa, putarlah kaset ini, dan adna akan mendenarkan interprestasi lagu2 indonesia dalam nada2 dan improvisasi yang liris dan menyegarkan. Kadang2 lembut, kadang2 penuh vitalitas yang lincah, tetapi selalu disertai penuh musikalitas. Duet piano dan bass pad lagu Api Asmara adalah salah satu "performance" yang pasti anda belum pernah mendengarnya dan hanya dapat disuguhkan oleh pianis Bubi. Semuanya ini akan anda hayati dalam album Selembut Kain Sutera. (Sudibyo PR)

Penampilan pianis yang kini menjadi salah satu maestro negeri ini, masih dapat dinikmati dibeberapa panggung jazz sebut saja Smooth Jazz di UGM, Jazz Goes to Campus Universitas Indonesia dan beberapa pentas jazz di Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota-kota lain.

Karyanya juga kerap menghiasi stasiun radio dalam dan luar negeri. Misalnya, radio KFAI 90.3 FM di Minneapolis, KUSP 88.9 FM di Santa Cruz, California Amerika Serikat yang menyiarkan nomor dari Bubi Chen dalam acara Global Beat.

Kini ia juga akan ambil bagian dalam Bali International Jazz Festival 2004 yang akan berlangsung pada tanggal 13 dan 14 Februari 2004. Sebagai salah satu aset bangsa Indonesia, kita patut selalu berdoa bagi kesehatannya dan semoga masih tetap memberikan kontribusinya bagi perkembangan musik khususnya jazz di Indonesia.


Read Users' Comments ( 0 )

Dari Axis International Java Jazz 2009

Grup band asal Inggris, Matt Bianco mengaku merasa bangga bisa tampil di Axis Jakarta International Java Jazz yang berlangsung di JCC Senayan Jakarta, dari 6 - 8 Maret 2009."Kami merasa sangat fantastis malam tadi (Jumat malam). Kami bangga bisa menjadi bagian dari Java Jazz," kata personel Matt Bianco, Mark Fischer yang ditemani personel lainnya yaitu Mark Reilly dalam jumpa pers sebelum pentas di Plenary Hall JCC Senayan Jakarta, Sabtu malam.

Fischer mengatakan Matt Bianco belum pernah tampil di Indonesia sejak pertunjukan mereka terakhir pada 1990.Ketika ditanya kenapa mereka tidak melakukan duet dengan musisi Indonesia, Fischer mengatakan dirinya tidak sempat untuk merencanakan hal tersebut."Kami juga belum kenal dengan musisi Indonesia," katanya.

Mereka juga berharap album terakhir Matt Bianco yang telah dirilis di Jepang dan Korea pada bulan Maret ini, bisa segera dirilis di Indonesia.Matt Bianco merupakan band dari Inggris yang terbentuk pada 1983 oleh tiga orang yaitu Kito Poncioni (bass), Mark Reilly (vocals), dan Danny White (keyboards),

Sebelumnya, Penyanyi asal Virginia, Amerikat Serikat, Jason Mraz untuk kedua kalinya kembali membius penonton Axis International Java Jazz Festival yang berlangsung di Plenary Hall JCC Senayan Jakarta, Sabtu malam setelah tampil pada Jumat malam.

Dengan diiringi oleh "Super band"-nya, Jason tampil menyanyikan sekitar 12 lagu dalam pertunjukan selama kurang lebih 80 menit itu yang dimulai pukul 18.00.

Ratusan penonton yang memenuhi Plenary Hall terlihat menikmati lantunan lagu-lagu penyanyi kelahiran 23 Juni 1977 itu, apalagi ketika Jason menyanyikan salah satu lagu hitnya yaitu "Lucky" bersama dengan penyanyi muda berbakat Indonesia, Dira.

Jason yang musiknya terpengaruh oleh jenis musik reggae, ska, pop, rock, folk, jazz dan hip hop ini telah menelurkan tiga album yaitu "Waiting for My Rocket to Come" (2002), "Mr A - Z" (2005) yang masuk nominasi Grammy Award untuk kategori Best Engineered Album, dan album ketiganya "We Sing We Dance We Steal Thing" yang dirilis Mei 2008. Hari kedua penyelenggaraan Java Jazz ini tetap dipenuhi oleh penonton yang sebagian besar merupakan anak muda.

Pada Sabtu, ada 65 musisi dan grup band yang tampil dari pukul 14.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB (Minggu dini hari) pada 18 panggung di kompleks JCC Senayan.Musisi unggulan untuk hari kedua Java Jazz ini yaitu Jason Mraz, Matt Bianco dan penyanyi asal Belanda Laura Fygi

Juga tampil musisi mancanegara lainnya antara lain Chuck Loeb, The Young Prodigies, Eclairs, Quasimode dari Jepang, Harvey Mason, Oleta Adams, Cristian Cuturuffo Quinteto dari Chili, I Visionari dari Itali Sedangkan musisi Indonesia yang tampil misalnya Dewa Budjana dan Tohpati, Glend Fredly, Aksan Sjuman, Ariss, RAN, Pandji.

Java Jazz Festival yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta, pada 6 hingga 9 Maret 2009 telah menghadirkan lebih dari 200 pertunjukan dengan total musisi yang berpartisipasi lebih dari 2.000 orang, baik musisi Indonesia maupun mancanegara.


Read Users' Comments ( 0 )

Peter Gabriel

Peter Gabriel terlahir dengan nama Peter Brian Gabriel pada 13 Februari 1950 di Surrey, Inggris. Bakat musik Peter menurun dari keluarga ibunya dimana ia mengenal piano untuk pertama kalinya.

Pada 1967, Peter mendirikan Genesis bersama teman sekolahnya Tony Banks, Anthony Phillips, Mike Rutherford, dan Chris Stewart. Grup inilah yang kemudian membesarkan nama Peter Gabriel. Sayangnya tahun 1975, Peter memutuskan keluar dari grup yang ia dirikan ini dan memulai solo karirnya.
Empat album awal Peter Gabriel dirilis tanpa judul namun para fans memberinya judul CAR, SCRATCH, MELT, dan SECURITY.

Ketertarikan Peter akan musik etnik yang kemudian merubah jalur bermusiknya. Ia bahkan kemudian mendirikan Real World Studios dimana ia memberi keleluasaan pada pemusik etnis dari seluruh dunia untuk menuangkan kreatifitas mereka. Peter juga aktif memperkenalkan musik-musik dari berbagai penjuru dunia kepada dunia barat. Setelah merilis 9 studio album, ia sekarang lebih aktif di organisasi perlindungan hak-hak asasi.Panitia Oscar 2009 ini memang menjanjikan bakal ada banyak kejutan saat digelarnya acara penghargaan akbar ini. Kejutan lain kini dibuat lebih awal oleh penyanyi kondang AS, Peter Gabriel, yang sedianya diminta tampil di upacara Oscar.

Nominator Academy Award ini memprotes perhelatan Oscar dengan menolak tampil di acara yang digelar 22 Februari 2009. Aksi ini dilakukan Gabriel sebagai bentuk protes dari diubahnya cara ditampilkannya lagu-lagu yang bersaing dalam kategori lagu asli terbaik. Gabriel mengungkapkan dalam video di web pribadinya kalau dia keberatan lagu-lagu tersebut diperpendek jadi 65 detik dan dibawakan dengan cara medley.

"Itu sedikit tidak menguntungkan karena penulis lagu, walau mereka hanya jadi bagian kecil dari proses pembuatan film, kami masih bekerja dengan sangat keras dan pantas mendapat tempat yang lebih baik di acara ini," ungkap penyanyi berusia 59 tahun ini.

Gabriel dinominasikan bersama Thomas Newman untuk lagu Down To Earth dari film WALL-E. Musisi asal Inggris ini mengatakan dia akan tetap menghadiri Oscar tapi berharap penyanyi gospel menggantikannya di panggung.



Read Users' Comments ( 0 )

Pearl Jam

Pearl Jam(dibentuk pada 1990 di Seattle, Washington, Amerika Serikat) adalah salah satu kelompok musik rock yang paling berhasil di tahun 1990-an. Mereka adalah salah satu pelopor musik grunge dan dianggap salah satu dari empat besar bersama dengan Alice in Chains,Nirvana, dan Soundgarden.
Pearl Jam berdiri di atas fondasi sejarah panjang kultur Seattle Sounds yang populer di akhir 80-an. Pemain gitar Stone Gossard dan pembetot bass Jeff Ament lebih dahulu populer di ruang kultur tersebut melalui band bernama Green River, bersama dengan dua pentolan grup Mudhoney, Mark Arm dan Steve Turner. Gossard dan Ament lantas mendirikan Mother Love Bone, selepas pecahnya Green River, bersama vokalis flamboyan bernama Andrew Wood. Jelang rilis album mainstream perdana bersama major label, Andrew Wood meninggal dunia lantaran overdosis heroin. Untuk meneruskan karir bermusiknya, Gossard dan Ament lantas menggaet gitaris Mike McCready yang notabene merupakan teman se-almamater ketika sekolah menengah tingkat atas dengan Stone Gossard.

Ketiganya kemudian membuat beberapa demo lagu dengan bantuan penabuh drum dari band Soundgarden, Matt Cameron (saat ini menjadi drummer Pearl Jam). Untuk audisi vokalis, rekaman demo tersebut dikirimkan kepada remaja San Diego bernama Eddie Vedder melalui mantan drummer band Red Hot Chili Peppers, Jack Irons, yang nantinya juga sempat menjadi anggota Pearl Jam. Vedder kemudian mengisi tiga buah lagu, sebuah mini-opera dikenal dengan "Mamasan Trilogy" (di masa depan menjadi lagu Alive, Once dan Footsteps). Ketiga lagu tersebut akhirnya mengantarkan Vedder terbang ke Seattle, untuk menjalani sejumlah rehearsal bersama calon rekan band-nya. Salah satu di antara rehearsal tersebut adalah pada proyek vokalis Soundgarden, Chris Cornell untuk mengenang Andrew Wood, berupa album Temple of the Dog. Cornell mengajak Gossard dan Ament, sebagai rekan band Wood, beserta Mike McCready dan Matt Cameron. Eddie Vedder turut menyumbangkan vokal, salah satunya di hits Temple of the Dog berjudul Hungerstrike.

Selepas proyek tersebut, Eddie Vedder resmi menjadi vokalis dari band baru yang diberi nama Mookie Blaylock (merujuk pada nama bintang basket NBA pada saat itu). Karena permasalahan legalitas, tepat sebelum menandatangani kontrak dengan Epic Records, band berganti nama menjadi Pearl Jam.


Pearl Jam pertama kali mengeluarkan album pada tahun 1991, berjudul Ten, dan langsung melejit sebagai ikon musik rock alternatif di Amerika. Pada tahun 1993, Pearl Jam kembali merilis album kedua yang berjudul Vs yang mempopulerkan sejumlah lagu macam Daughter, GoRearviewmirror. Setahun kemudian, album ketiga, Vitalogy dirilis, sekaligus menjadi album terakhir bersama drummer Dave Abruzzese. Dave digantikan oleh mantan drummer Red Hot Chilli Pepper, Jack Irons. Tahun 1994 juga menjadi tahun yang dikenang dalam sejarah musik rock ketika Pearl Jam mengeluarkan antitrust terhadap dugaan monopoli yang dilakukan promotor konser, Ticketmaster. Perkara ini dimenangkan Ticketmaster dan membuat Pearl Jam tidak bisa tampil di venue besar di seluruh Amerika. atau

Pada tahun 1996, Pearl Jam kembali merilis album berjudul No Code. Secara penjualan, album ini mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan album pertama. Hal ini juga disebabkan oleh surutnya pamor musik grunge pada saat itu. Dua tahun kemudian, Yielddrummer Soundgarden, Matt Cameron yang sampai sekarang menjadi penabuh drum untuk band yang sempat meraih Grammy Awards pada 1996. Bersama Matt Cameron, Pearl Jam merilis 3 buah album, yaitu Binaural pada tahun 2000, Riot Act pada 2003 dan album terakhir mereka yang diterbitkan pada 2006 berjudul Pearl Jam. menyusul sebagai album kelima mereka sekaligus menjadi album terakhir dari Jack Irons yang keluar karena permasalahan kesehatan. Jack digantikan mantan

Selain delapan buah album, Pearl Jam juga merilis beberapa rekaman konser dan kompilasi. Pada tahun 2000, Pearl Jam merilis lebih dari 70 buah rekaman konser mereka di Amerika dan Eropa. Masing-masing rekaman konser dari setiap kota dirilis dalam format Audio CD. Hal itu diulangi pada tahun 2003 ketika mereka kembali merilis sejumlah album konser mereka dari Amerika, Asia dan Australia. Sebelumnya, di tahun 1999 Pearl Jam mengeluarkan album Live on Two Legs yang berisi kompilasi tur tahun sebelumnya. Untuk tahun 2005 dan 2006, Pearl Jam merilis album konsernya dalam format digital yang bisa dibeli dan diunduh dari situs resmi mereka PearlJam.com. Tahun 2003, band kembali merilis satu album akustik dari penampilan mereka yang diberi judul Live at Benaroya Hall. Pada tahun 2006, sebuah CD khusus dirilis Pearl Jam yang berisi rekaman konser mereka di sebuah toko CD legendaris kota Seattle bernama Easy Street. Rilisan Live at Easy Street dibuat dan didistribusikan secara independen oleh Easy Street. Pertengahan tahun 2007, Pearl Jam kembali merilis album kompilasi konser yang berisi performance mereka di Gorge pada tahun 2005 dan 2006 dalam rilisan yang bertajuk Live at the Gorge. Album tersebut dirilis dalam format audio CD, dalam satu paket berisi 7 buah keping cakram padat.

Untuk rilisan kompilasi, pada tahun 2004 Pearl Jam mengeluarkan Lost Dogs yang berisi kumpulan lagu-lagu dari B-Sides, bonus natal, dan lagu-lagu yang sebelumnya tidak pernah dirilis. Kerjasama terakhir Pearl Jam dengan Epic Records ditandai dengan rilisnya kompilasi A-Sides mereka bertajuk Rearviewmirror yang konsepnya mirip dengan kompilasi lagu terbaik Pearl Jam. Selepas album tersebut, Pearl Jam berpindah ke J Records untuk merilis album selanjutnya.

Pearl Jam juga merilis dokumentasi visual berupa video, meski jarang membuat video musik. Video musik yang pertama kali dibuat oleh Pearl Jam adalah Jeremy. Video yang disutradarai oleh Mark Pellington itu juga merupakan satu-satunya video musik komersial dari debut album Pearl Jam, Ten. Dua video lain, Alive dan Even Flow hanya menampilkan live performanceDo the Evolution dari album Yield. Lagu Ocean dari album pertama kemudian menambah katalog video musik Pearl Jam, ketika pada tahun 2000 dirilis sebagai bonus dari DVD konser mereka. Untuk mempromosikan album Riot Act, Pearl Jam merilis beberapa video musik yang berisi penampilan mereka di klub bernama Chop Suey. Dan untuk album terbaru mereka, Pearl Jam merilis dua buah video musik untuk lagu Life Wasted dan World Wide Suicide. mereka. Mereka kemudian absen membuat video sampai tahun 1998 untuk lagu

Selain video musik, dokumentasi visual dalam bentuk home video juga dirilis. Single Video Theory yang berisi dokumentasi pembuatan album Yield tercatat sebagai video pertama yang dirilis Pearl Jam pada tahun 1999. Menyusul kemudian Touring Band 2000, yang merupakan kompilasi konser mereka di Amerika Serikat sepanjang tahun 2000. Live at the GardenImmagine in Cornice yang berisi dokumentasi tur mereka di Italia pada tahun 2006. Keempat video tersebut dirilis secara luas. Live at the Showbox, video kelima yang dirilis pada tahun 2003, menampilkan konser pemanasan sebelum tur promosi album Riot Act hanya dijual di situs resmi Pearl Jam. merupakan video ketiga yang berisi penampilan Pearl Jam di Madison Square Garden, New York. Sementara pada September 2007 lalu, Pearl Jam merilis video terbaru mereka berjudul



Read Users' Comments ( 0 )

Jass lagi pusing...

Akhir-akhir ini Jass lagi dipusingkan dengan beberapa persoalan yang melingkupi kesehariannya bahkan bisa jadi persoalan itu dapat merubah total wajah Jass yang kita dengar selama ini atau mungkin saja (ingat ini baru mungkin!) kita tidak lagi mendengar celotehan ramai Titiw,'teu eleum-eleum' nya Echa,sapaan ramah kang Zalman,teriakan rocker kang Iwenk,sajian informatif kang Hadi atau juga celotehan nyelekitnya kang Dave.

Persoalan daya pancar, frekwensi, lagu, penyiar, program dan lain-lain yang membuat ketidaknyamanan bagi pendengarnya. Seperti 'death air' hampir seharian penuh, penyiar yang tak jelas ngomong apa di udara atau malah beberapa seniman musik jazz (mentang-mentang namanya Jass..hehehe) saja yang mengudara sejak pagi sampai malam alias tidak ada penyiar sama sekali. Semua ini tidak lepas dari urusan belum adanya kesamaan visi antara para pemegang saham, beberapa di antara kami ada yang termasuk pada 'Jenis IV' (simak perkataan kang Dave ketika dia mengudara pada beberapa waktu yang lalu tentang '4 jenis manusia di sekitar kita') dan lain-lain. Tapi yang seringkali menimbulkan friksi diantara kami, yaitu sajian lagu-lagu yang mengudara. Padahal urusan satu ini tak lepas dari masalah selera, kepentingan bisnis, tingkat apresiasi para penyiarnya 'kan?

Radio ini di bangun dari pertemanan yang selalu dijaga oleh orang-orang yang ada di dalamnya. Makanya tidak heran slogan radio ini adalah The Friendly Station. Sampai untuk urusan 'take home pay' pun dengan lantang kita jawab;" kan kita,Fren!" alias tanpa dibayar!

Itulah salah satu kendala yang muncul, perusahaan (kalau boleh disebut demikan) tidak punya 'bargaining power' terhadap orang-orang yang mendukungnya. Apalagi ditambah dengan tidak adanya kesamaan visi tadi. Aturan yang dibuatpun seolah menjadi impoten. Yang parah adalah siapa,dimana, sebagai apa masih belum jelas betul. Belum lagi urusan 'kepentingan' bak manusia 'Golongan 4' (Simak lagi perkataan kang Dave). Lalu bagaimana kita bisa berbicara 'How to sell' jika keadaannya seperti ini.Walaupun sudah ada yang bilang bahwa beberapa program tidak laku atau tidak ada selling pointnya!Lho...ukurannya apa?

Akhirnya kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Yang jelas kita mau beranjak ke arah yang lebih baik. Dengan tidak menjadikan radio ini seperti MP3 player di udara. Tentunya 'we need more time for change' Mudah-mudahan kita bisa mengikuti tag nya RRI yang masih sangat manjur bagi dunia broadcast "sekali di udara tetap di udara". Tabik.


Read Users' Comments ( 2 )

AMELIE,Dari Montmarte..Amelie Menyapa Hidup

Sutradara: Jean-Pierre Jeunet
Skenario: Jean-Pierre Jeunet
Pemain: Audrey Tautou, Dominique Pinon, Madeleine Wallace
Produksi/Distributor: Miramax Film

Sebuah kotak kecil setengah berkarat berusia puluhan tahun itu berisi sejarah seorang lelaki tua. Isinya adalah foto-foto lama, kelereng kemenangan, dan beberapa benda remeh-temeh lainnya. Tetapi kotak kecil setengah berkarat itu berisi kebahagiaan sebuah masa lalu. Dan ketika Amelie Poulain (Audrey Tautou) menemukan kotak itu di dinding kamar mandi, ia membuka gulungan ingatan sang lelaki yang tak dikenalnya itu. Amelie berburu, mencari sang pemilik. Saat sang lelaki itu menemukan kotak itu, ia menemukan kembali masa kecil yang begitu indah. Dan kebahagiaan kecil itu memberi sebuah inspirasi bagi Amelie. Ia bisa membahagiakan orang lain hanya dengan setetes kebaikan.

Film yang mendapat beberapa nominasi Academy Award itu—termasuk nominasi Film Asing Terbaik—tidak hanya istimewa karena menampilkan dongeng komedi-tragik yang offbeat, manis, dan orisinal, tetapi juga film ini adalah sebuah pesta visual yang paling imajinatif.

Amelie, yang sejak kecil memulai hidupnya dengan tragedi (ibunya tewas dan ayahnya seorang dokter yang reklusif), tak kunjung bisa beranjak ke luar pagar rumahnya—Amelie memang tak tumbuh sebagaimana wanita muda lazimnya. Dia manis, berwajah lucu, dan wajahnya penuh dengan strategi muslihat untuk memenuhi hari-harinya dengan ”program kebahagiaan” penduduk Montmarte di Paris: menjodohkan teman sejawat di tempatnya bekerja, Georgette (Isabelle Nanty), dengan Joseph, salah seorang pelanggan kafe itu; menulis surat (palsu) bagi seorang istri yang puluhan tahun dikihianati suaminya; berdiskusi dengan tetangganya, seorang pelukis tua yang penyakitan; mendorong ayahnya agar berani melakukan perjalanan jauh.

Semuanya digambarkan dengan montase adegan-adegan yang penuh warna, gerak kamera yang ”gila-gilaan” hingga kamera seolah bercinta dengan kehidupan; dan yang lebih penting lagi dikisahkan melalui sebuah suara ”pendongeng”—teknik voiceover—yang dengan passionate memperkenalkan setiap karakter: ”Joseph adalah seorang sosok pencemburu patologis....”

Tetapi Amelie tidak hanya meng-ganjar hidup warga Paris dengan kebahagiaan. Mereka yang keji pun men-dapatkan ”hukuman” setimpal. Seorang tukang sayur yang selalu bersikap kasar kepada anak buahnya lantas menerima ganjaran berupa gangguan-gangguan ”kecil” di dalam apartemennya. Amelie, akhirnya, memang menjadi seperti malaikat kecil yang melakukan intervensi dalam hidup warga di sekelilingnya. Namun ia kemudian tak mampu meng-atur hidupnya sendiri ketika jatuh cinta pada Nino Quincampoix (Mathieu Kassovitz), seorang pekerja di toko video porno Palace Video, King of Porno”, dan paruh waktu bekerja di rumah hantu di taman ria Paris. Amelie terhirup oleh pesona ganjil pria yang gemar mengumpulkan pasfoto yang terbuang-buang.

Cintanya yang merekah tak bisa dibendung dan tak bisa diatur seperti halnya dia mengatur nasib orang lain. Lalu, bagaimana dia akhirnya bisa merengkuh pria misterius itu?

Sutradara Jeunet berhasil menyelesaikan semua persoalan itu dengan manis, menyenangkan, tanpa harus menjadi cengeng dan klise. Dengan karakter yang eklektik, kompleks, dan tak selalu harus tampil sempurna—tapi toh penuh rasa kasih dan ketulusan—Jeunet bak seorang pelukis yang mengerahkan seluruh kemampuan visualnya di atas kanvas bernama kehidupan. Amelie adalah kuasnya, dan kita adalah ribuan pasang mata yang mengikuti arah gerak kuas itu. Kesendirian Amelie diisi oleh kebaikan-kebaikan, hingga Amelie merasa hidupnya lebih bermakna.

Melalui Amelie, yang semula hidup dalam tragedi dan sepi, kita tetap diperkenalkan bahwa hidup yang kelabu toh masih memiliki harapan dan senyum.

(Dari Majalah TEMPO Edisi. 06/XXXI/08 - 14 April 2002)


Read Users' Comments ( 1 )

THE READER,Menikmati Seni Peran Kate Winslet

Sutradara: Stephen Daldry
Skenario: David Hare
Berdasarkan novel karya Bernhard Schlink Pemain: Kate Winslet, Ralph Fiennes


Di bawah tumpah ruah hujan yang deras, seorang lelaki remaja yang ringkih duduk terisak-isak di tepi jalan. Seorang perempuan dewasa yang cantik segera saja datang dan bak seorang induk burung, dia melebarkan sayapnya, menyelimuti tubuh remaja berusia 15 tahun itu. Anak lelaki yang putih, pucat, penikmat karya sastra yang luar biasa, sementara hormon tubuhnya tengah bergelembung berkelojotan itu bernama Michael Berg (David Kross). Wanita dewasa itu adalah Hanna Schmitz (Kate Winslet).

Mereka kemudian terlibat dalam sebuah hubungan yang begitu rahasia, gelap, dan ”satu arah”. Tentu saja Hanna yang menentukan, kapan mereka bercinta; kapan Michael membacakan novel-novel sastra dan untuk kemudian bercinta lagi; kapan mereka mandi bersama. Hanna tak pernah memberi tahu namanya; dan Michael menganggap jam-jam bersama dengan Hanna adalah sebuah kebutuhan seluruh jiwa raganya.

Hingga akhirnya suatu hari, Hanna mendapat promosi, sebuah pekerjaan yang akan ”memaksa”-nya untuk berurusan dengan membaca dan menulis. Hanna menghilang, Michael melalui duka lara yang panjang.

Film yang dimulai dengan masa kini, di mana Michael Berg diperankan oleh Ralph Fiennes, menggunakan teknis kilas balik masa lalu sebagai plot utama. Perlahan, kita mempelajari mengapa Hanna menolak untuk membaca sendiri karya-karya sastra yang mengelus telinganya sebelum dia bercinta dengan remaja berkulit seperti bayi itu. Suatu adegan yang aneh, sensualitas yang mengundang simpati; karena di balik sosok keras Hanna, dia menyimpan rahasia yang tak pernah kita ketahui hingga akhir cerita.

Hanya setelah Michael Berg menjadi mahasiswa hukum yang bertugas menyaksikan pengadilan para penjahat kriminal yang terlibat dalam Holocaust, Michael bertemu kembali dengan Hanna. Dia dituduh sebagai salah satu penjaga kamp konsentrasi warga Yahudi. Tapi ini bukanlah kejutan utama dari seluruh film. Bagaimana Kate Winslet yang kini sudah paruh baya itu menjawab pertanyaan hakim dengan penuh keyakinan: ”Ini pekerjaan saya, itu yang harus saya lakukan.” Dan dia tidak berbohong. Ruang pengadilan itu sunyi bukan karena mereka merasa diri lebih suci daripada sang terdakwa, tetapi justru mereka terperangah menyadari betapa sosok ini tampak lurus dan teguh menjalankan tugasnya dengan patuh dan militan, tanpa pertimbangan apa pun kecuali: kerja.

Kate Winslet yang memerankan seorang wanita dari usia 40-an hingga akhir hayatnya yang tua renta itu, tak bisa tidak, memang layak mendapatkan gelar aktris terbaik Academy Awards tahun ini, bahkan melampaui Merryl Streep dalam film Doubt yang juga mendapat nominasi dalam kategori yang sama. David Kross sebagai Michael di masa remaja juga menampilkan seni peran yang menyentuh. Film ini sebetulnya bukan film tentang Holocaust, tetapi tentang coming of age seorang Michael Berg di masa gelap Eropa. Sekali lagi, sutradara Stephen Daldry, setelah film The Hours yang berhasil merebut pesona tanpa sisa, kini berhasil menjadi penutur yang ulung; jauh lebih ulung dari pemilik cerita asli, sang novelis Bernhard Schlink. Tapi harus dimaklumi, dunia tengah mabuk oleh Slumdog Millionaire, yang sudah terduga akan merebut pusat panggung.

(Dari Majalah TEMPO Edisi 02/XXXVIII 02 Maret 2009)


Read Users' Comments ( 1 )

GENERASI BIRU,Kenyang tapi Tak Terpuaskan

Sutradara: Garin Nugroho, John de Rantau, Dosy Omar
Ide/konsep: Garin Nugroho
Pemain: Bimbim Slank, Kaka Slank, Abdee Slank, Ridho Slank, Ivanka Slank, Nadine Chandrawinata
Koreografer: Eko Supriyanto, Jecko Siompo, Davit, Yayu Aw Unru
Animator: Terra Bajraghosa, Rizky Zulman, Geppeto, Red Rocket.
Produksi: SET Film Workshop


SEORANG anggota intelijen di Batam, yang namanya dituliskan dengan jelas di layar lebar, mengaku sebagai Slankers—sebutan bagi komunitas penggemar Slank. ”Ada yang mulanya tidak percaya kalau saya Slankers,” ujar sang intel terkekeh-kekeh sambil mengeluarkan i-Pod dari saku jaketnya. ”Setelah saya tunjukkan foto saya dengan anggota Slank di sini, baru pada percaya.”

Sebentar. Dengan pembukaan film seperti itu, plus adegan konvoi para Slankers di pelbagai kota, termasuk di Dili, Timor Leste, dengan Perdana Menteri Xanana Gusmao berpidato di depan ribuan Slankers setempat, jangan lekas mengambil kesimpulan bahwa ini sebuah film dokumenter tentang Slank, kuintet yang pada Desember lalu merayakan ulang tahun ke-25 itu.

Setelah itu layar berubah menjadi lanskap panoramik dengan beragam tampilan animasi, sebelum bermetamorfosis bak panggung tari dengan belasan koreografi dan properti, lalu kembali dipadati dengan potongan dokumentasi. Lalu, nah ini dia, kelima anggota Slank muncul bergantian di layar lebar, kadang bersamaan, kadang sendirian (terutama Kaka, sang vokalis, yang paling sering tampil. Mungkin karena otot six-pack perutnya yang pejal terlihat bagus di lensa kamera).

Pola ”adegan sandwich” ini berulang terus sampai film berakhir, dengan lagu-lagu Slank sambung-menyambung (hampir) menjadi satu dari 16 album mereka. Di banyak adegan, mantan Putri Indonesia Nadine Chandrawinata muncul sebagai tokoh, majas, penari, primadona, pengiring, tokoh lagi (dan berbagi frame dengan Kaka).

Inilah Generasi Biru, film musikal tentang salah satu band fenomenal di Tanah Air yang konon mempunyai fan loyal (Slankers) 10 persen penduduk Indonesia. Itu berarti, ada sedikitnya 20 juta calon penonton diharapkan siap berjubel antre untuk melihat film tentang idola mereka yang dibesut tiga sutradara, yakni Garin Nugroho, John de Rantau, dan Dosy Omar (dokumenter). Bahkan, jika separuh saja dari jumlah Slanker dapat digaet masuk bioskop, Generasi Biru diharapkan bisa membuat tren film hantu kembali masuk ”kubur”. Nyatanya tidak. Penonton tidak berjubel.

Dan Garin dan John (sebagai sutradara ”fiksi” di film ini) juga tak hendak bertutur pada penonton. Film yang menurut Garin Nugroho tidak menggunakan skenario—tapi menggunakan ”ide dan konsep” saja—itu akhirnya bukan sesuatu yang asyik ditonton, jauh dari musik Slank yang asyik dinikmati.

Film ini berkisah tentang lima anak yang lari dari situasi penuh keseragaman dan aturan. Mereka ingin mencari sebuah pulau kebebasan yang mereka namakan sebagai Pulau Biru. Perjalanan mencari pulau biru itu akhirnya menjadi semacam pengembaraan dari pulau ke pulau. Dari pulau seragam (zaman Soeharto, 1985-1990), pulau virus, hedonis, dan obat-obatan (1990-1998), pulau gerak (reformasi, 1998-2001), dan pulau gosip (2001-2008). Untunglah, setiap kali mereka tersandung, terjerembap di satu pulau tertentu, selalu ada seorang ibu yang selalu mengikuti mereka. Dan kehidupan nyata Slank, figur ibu itu adalah Bunda Iffet Sidharta, ibu Bimbim dan sang manajer yang setia.

Sayang, dengan materi cerita yang menarik ini Generasi Biru gagal mendekati kekuatan biopic—ini sebutan untuk jenis biographical motion picture—The Doors (Oliver Stone, 1991), yang mempunyai alur pengisahan serupa; atau kedalaman maknawi The Walls (Alan Parker, 1982), yang skenarionya ditulis langsung oleh pemain bas Pink Floyd, Roger Waters, dalam kekayaan metafor yang mengagumkan. Bahkan dibandingkan dengan film Kantata Takwa yang beredar tahun lalu dan hanya mengandalkan sisa-sisa dokumentasi yang masih layak tayang, film Generasi Biru terasa seperti sepinggan makanan dengan isi yang terlampau bervariasi sehingga membuat penonton merasa kenyang—tapi tak terpuaskan.

(Dari Majalah TEMPO Edisi 03/XXXVIII 09 Maret 2009)


Read Users' Comments ( 1 )

VALKYRIE,Upaya Membunuh Sang Fuhrer

Sutradara: Bryan Singer
Skenario: Christopher McQuarrie
Pemain: Tom Cruise, Kenneth Branagh, Bill Nighy, Tom Wilkinson
Produksi: MGM


JIKA ingin menyaksikan film ini, sejak awal, Anda harus membuang dua harapan besar. Pertama, jangan memasukkan kejengkelan Anda terhadap Tom Cruise (yang di media Barat sering digambarkan sebagai aktor/produser yang memiliki ego setinggi gunung); perlakukan dia sebagai aktor saja. Jangan pusingkan tingkahnya di sofa Oprah Winfrey. Kedua, jangan mempersoalkan apakah film ini akan masuk festival film mana pun (sudah jelas Academy Award juga tak meliriknya). Nah, setelah ”membuang” dua hal itu, dengan asyik kita bisa menikmati petualangan sejarah ini hampir sama serunya seperti sebuah thriller detektif.

Syahdan, pada pertengahan 1943, seluruh dunia tampak cemas oleh Jerman. Kebuasan dan brutalitas Adolf Hitler itu telah melahirkan berbagai kelompok resistensi dan gerombolan jenderal yang ingin membunuhnya. Semua upaya itu gagal. Hitler telah membangun mesin pembela bernama SS yang luar biasa kejam dan efektif. Fasisme bekerja dengan keras, mantap, dan rajin memberikan oli pada semua sekrup dan onderdil setiap hari.

Pada Agustus tahun yang sama, setelah mengalami luka besar di Afrika Utara, Kolonel Count Claus von Stauffenberg (Tom Cruise) kembali ke Jerman dalam keadaan serba ”setengah”. Matanya hilang sebelah (dan untuk selanjutnya dia mengenakan bola mata palsu) dan tangannya hilang sebelah (untuk selanjutnya, setiap kali dia mengucapkan ”Hail Hitler!”, tangannya yang menonjok udara itu hanya tinggal sebelah). Tapi, dengan tubuh yang tak utuh, hatinya justru sudah lebih dari utuh untuk bergabung dengan para jenderal dan politikus yang berniat membunuh Hitler. Seorang suami yang santun, ayah yang berbakti, dan penganut Katolik yang taat, Stauffenberg sudah mencapai sebuah kesimpulan bahwa ”tidak membunuh Hitler adalah sebuah dosa”.

Stauffenberg menjadi kepala operasi. Dia mengusulkan pelaksanaan sebuah undang-undang darurat yang disebut Operasi Valkyrie, yang berisi: jika Hitler tewas karena satu dan lain hal, pasukan elite cadangan di bawah pimpinan Jenderal Friedrich Fromm (Tom Wilkinson) mengambil alih keamanan Jerman. Maka para jenderal membuat strategi. Stauffenberg membunuh Hitler, dan berita kematian diumumkan. Pasukan Fromm akan diperintahkan menangkap SS; dengan demikian, semua mesin Hitler akan lumpuh.

Paling tidak, rencana itu terdengar masuk akal, dan akan bisa berjalan mulus jika tak ada mata rantai yang putus.

Sejarah sudah menunjukkan bahwa akhirnya semua pemberontakan selalu ditumpaskan oleh Hitler. Maka sutradara Bryan Singer tak bisa bertumpu pada suspens—terutama jika penontonnya adalah orang yang memahami sejarah.

Pengkhianat selalu ada di ujung kuku kita. Sejak awal, Jenderal Fromm sudah menegaskan bahwa dia hanya akan mau bergabung dalam upaya kudeta dan pembunuhan ini hanya jika mereka semua yakin Hitler sudah dapat dibunuh. Selama sang Fuhrer masih hidup, dia tak akan berani mengkhianati pemimpinnya yang brutal itu.

Kalau kita terlalu serius mengutak-atik elemen film ini, film akan menjadi satu problem besarw. Dimulai dari aksen semua pemain yang campur-baur. Tom Cruise dengan santai tetap saja berbahasa Inggris dengan aksen Amerika. Para aktor lain, seperti Kenneth Branagh dan Bill Nighy, yang berperan sebagai dua dari kelompok jenderal yang sejak awal menentang Hitler, tetap bertahan pada aksen Inggrisnya. Aroma Jerman dan Nazi cukup digambarkan dengan bangunan gedung dan seragam SS yang dingin.

Tapi, begitu kita betul-betul menganggap ini film hiburan yang berupaya memberikan informasi bahwa tak semua orang Jerman adalah pengikut yang bernama Hitler, dengan mudah kita mengikuti semua gerak-gerik konspirasi itu. Berdebar ketika Stauffenberg membawa seperangkat bom ke dalam ruang rapat tempat Hitler mendengarkan briefing dari para jenderalnya

Bom berhasil meledak. Tapi sutradara Bryan Singer tahu bagaimana cara membuat penasaran terus-menerus berdebar. Apakah Hitler tewas? Apakah bom itu berhasil melukainya? Suasana itu dipertahankan terus-menerus. Meski kita mafhum karena membaca sejarah, kita ingin sekali mencari tahu bagaimana akhirnya Stauffenberg dan timnya mengetahui hasilnya. Bagaimana akhirnya tentara SS yang semula mulai ditahan berbalik menahan para jenderal. Dan bagaimana para jenderal akhirnya mencoba mempertahankan diri hingga titik darah penghabisan. Kita juga ingin tahu sosok pengkhianat seperti Jenderal Fromm (yang lahir dalam setiap perjuangan) berakhir pada kematian macam apa, dan di tangan siapa.

Sekali lagi, kita memperlakukan film ini mirip film thriller dengan setting sejarah saja. Good guy, bad guy, semuanya jelas. Pengkhianat akan kelihatan dengan segera dan itulah sosok yang paling menghibur di layar film ini.


Read Users' Comments ( 0 )

'MILK', Perjuangan Seorang Tokoh Kontroversial

Sutradara: Gus van Sant
Skenario: Dustin Lance Black
Pemain: Sean Penn, James Franco, Josh Brolin, Emile Hirsch



Jauh sebelum Obama menjadi kosakata dunia, nun di San Francisco pada 1970-an ada Harvey Milk. Milk identik dengan sebongkah harapan, yang meniupkan roh kepada San Francisco—dan Amerika—tentang persamaan hak. Pidatonya tentang harapan kaum gay yang mengalami diskriminasi pada 1970-an di Amerika, keberaniannya mencalonkan diri sebagai anggota dewan penasihat di pemerintah daerah adalah terobosan pada masanya.

Kisah hidup tokoh politik yang tewas ditembak karena memperjuangkan hak kaum gay ini sudah pernah kita saksikan dalam film dokumenter The Times of Harvey Milk karya Robert Epstein (1984). Kali ini sutradara Gus van Sant mengangkat Milk sebagai orang yang tak kunjung capek untuk terus berpolitik, dan sebagai seorang pribadi.

Dengan warna-warni suram yang memberikan aroma tahun 1970-an, Van Sant memulai filmnya saat Harvey Milik (Sean Penn) berbicara di depan mikrofon merekam suaranya sendiri, soliter, tentang kehidupannya. Dia sudah diancam berkali-kali oleh berbagai jenis makhluk. Tapi Milk tak gentar. Kalimatnya, ”If a bullet should enter my brain, let the bullet destroy every closet door,” menjadi kalimat yang membius hingga kini untuk tidak jatuh cengeng serta terus melawan kebijakan dan perlakuan yang diskriminatif.

Kamera kemudian meloncat pada pertemuan pertama Milk dengan Scott Smith (James Franco, yang tampil hangat, tampan, dan penuh simpati). Mereka pindah dari New York ke San Francisco. Di Jalan Castro, mereka mendirikan sebuah toko kamera yang lebih banyak berfungsi sebagai tempat nongkrong para aktivis gay yang ikut membicarakan dan merencanakan perlawanan bagi kebijakan yang diskriminatif.

Van Sant, yang pernah menghasilkan film-film dengan aroma indie, seperti My Own Private Idaho dan Drugstore Cowboy, serta film yang lebih masuk kategori mainstream, seperti To Die For dan Good Will Hunting, terlihat gairahnya mencapai titik tertinggi dalam film Milk. Sean Penn jelas telah hilang total karena dia telah menjelma menjadi sosok Harvey Milk. Suara, bahasa tubuh, hingga kemesraannya dengan sang kekasih yang bukan persoalan erotisme belaka tetapi lebih menunjukkan intimasi yang mengharukan itu menunjukkan Penn adalah aktor kelas satu yang memang layak mendapatkan Oscar tahun ini sebagai aktor terbaik.

Pemain pendukungnya antara lain Josh Brolin, yang tampil sebagai Dan White, lawan politik yang memiliki gejolak yang ganjil, antara ”membenci” dan ”menyukai” geng Milk ini; Emile Hirsch, yang tampil sebagai gay remaja yang semula tengil dan akhirnya bergabung dalam perjuangan ini; dan James Franco, kekasih Milk yang setia tetapi tak tahan hidup didera mesin politik.

Milk tewas ditembak. Ini sudah diketahui sejak awal cerita, karena Van Sant bukan mencoba membuat sebuah cerita thriller-suspense. Dia ingin menampilkan bagaimana seorang aktivis-politikus gay yang sempat hidup sebentar itu, yang tahu bahwa dirinya akan menjadi sasaran peluru, lebih peduli agar suaranya bisa didengar.

Anda merasa persoalan gay bukan urusan kita? Cerita yang terlalu jadul? Persoalan diskriminasi (terhadap perbedaan orientasi seksual, warna kulit, gender, atau apa pun) adalah persoalan semua orang dan masih menjadi problem besar saat ini.

(Dari Majalah TEMPO Edisi 02/XXXVIII 02 Maret 2009)


Read Users' Comments ( 1 )

You've got a friend

(by Carole King)

When you're down and troubled
And you need a helping hand
And nothing, nothing is going right
Close your eyes and think of me
And soon I will be there
To brighten up even your darkest night

You just call out my name
And you know wherever I am
I'll come running to see you again
Winter, spring, summer or fall
All you have to do is call
And I'll be there, yeah, yeah, yeah.
You've got a friend

If the sky above you
Should turn dark and full of clouds
And that old north wind should begin to blow
Keep your head together
And call my name out loud, yeah
Soon I'll be knocking upon your door

You just call out my name
And you know wherever I am
I'll come running, oh yes I will
To see you again
Winter, spring, summer or fall
All you have to do is call
And I'll be there, yeah, yeah, yeah.

Ain't it good to know that you've got a friend
When people can be so cold
They'll hurt you, and desert you
And take your soul if you let them
Oh yeah, but don't you let them

You just call out my name
And you know wherever I am
I'll come running to see you again
Winter, spring, summer or fall
All you have to do is call
And I'll be there, yes I will.

You've got a friend
You just call out my name
And you know wherever I am
I'll come running to see you again (oh baby don't you know)
Winter, spring, summer or fall
All you have to do is call
Lord, I'll be there yes I will.
You've got a friend

Oh, you've got a friend.
Ain't it good to know you've got a friend.
Ain't it good to know you've got a friend.
You've got a friend.


Read Users' Comments ( 0 )

Menangis enam kali!!

Aku dilahirkan di kota kecil. Orang tuaku hanya buruh kecil dengan pendapatan tak seberapa. Aku mempunyai seorang kakak lelaki, tiga tahun lebih tua dariku.


Tangisan pertama

Suatu ketika, sebuah jepit rambut mencuri perhatianku. Bentuknya manis dan lucu. Seperti yang dikenakan oleh teman-teman di sekolahku. Keinginan untuk memilikinya begitu kuat. Sehingga aku nekat mencuri uang ayahku sebesar lima ribu rupiah dari laci lemari pakaiannya, untuk segera membeli jepit rambut yang dijajakan itu. Tapi ayah mengetahui uangnya hilang. Dengan sebilah rotan ditangannya segera dia memanggilku dan kakakku untuk mencari tahu siapa yang mencuri uangnya, "Siapa yang mencuri uang itu?" tanyanya.
Aku terpaku, karena terlalu takut untuk berbicara. Karena ayah tidak mendengar pengakuan dari kami, dia mengatakan: "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dihajar!"
Dia mengangkat tongkat rotan itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, kakakku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang mengambilnya!"

Tongkat rotan menghantam punggung kakakku bertubi-tubi. Ayah begitu marah sehingga ia terus menerus memukuli kakakku sampai kehabisan nafas. Sesudah itu, sambil duduk diatas bangku butut, ia kembali memarahi kakakku: "Kamu sudah jadi pencuri sekarang. Hal yang sangat memalukan. Bagaimana nanti jika di masa mendatang. Tentunya kau akan menjadi perampok! Tidak tahu malu!"

Malamnya, aku dan ibuku memeluk kakakku. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi dia tidak meneteskan air mata setetespun. Di tengah malam, aku mulai menangis, sejadi-jadinya. Tapi tangan kakakku segera menutup mulutku seraya berkata, "Sudahlah jangan menangis.Semuanya sudah terjadi."

Aku membenci diriku sendiri karena tidak cukup punya keberanian untuk mengakui perbuatanku. Tahun demi tahun telah berlalu, tapi insiden itu masih tergambar jelas. Aku tidak pernah lupa wajah kakakku ketika menghadapi hukuman itu untuk melindungiku. Waktu itu aku berusia 8 tahun dan kakakku 11 tahun.

Tangisan kedua
Ketika kakakku lulus dari SMA nya dan ia berniat untuk melanjutkan pendidikannya ke universitas. Begitupun aku yang lulus dari SMP dan berniat pula untuk melanjutkan ke SMA.Kami mendengar pembicaraan kedua orang tua kami:
"Kedua anak kita pendidikannya telah memberikan hasil yang baik", kata ayah.
"Tapi apa yang bisa kita lakukan? Kita tak bisa membiayai keduanya sekaligus." timpal ibu.
"Akan aku coba mengusahakan agar kedua anak kita bisa melanjutkan sekolahnya."kata ayah.

Saat itu juga, kakakku menghampiri kedua orang tua kami dan berkata:
"Ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Sepertinya aku telah cukup mendapatkan ilmu."
Tanpa dinyana ayah menampar kakakku, sambil berkata: "Mengapa kau mempunyai jiwa yang lemah?Aku akan berusaha untuk mencari uang untuk membiayai kau dan adikmu unruk tetap bersekolah. Jika perlu aku akan mengemis di jalanan. Anak laki-lakiku harus meneruskan sekolah. Agar kita semua bisa keluar dari jurang kemiskinan ini."

Setelah melihat adegan tadi, diam-diam aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahku. Sampai pada keesokan hari, aku tak mendapati kakakku di rumah. Rupanya dia pergi meninggalkan rumah dan dia meninggalkan secarik kertas bertuliskan: "Masuk ke perguruan tinggi tidak mudah dan tidak murah. Aku pergi mencari kerja dan akan mengirimi kau uang agar kau bisa terus sekolah."

Aku memegang kertas itu di atas tempat tidurku dan menangis dengan air mata bercucuran membasahi bantalku. Suaraku hilang. Waktu itu aku berusia 17 tahun dan kakakku 20 tahun.

Tangisan ketiga
Dengan uang bekal yang diberikan ayah dan kiriman dari kakakku yang sekarang bekerja di perusahaan konstruksi di kota besar. Akhirnya aku bisa kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Suatu hari, aku sedang belajar di kamar kostku, ketika temanku memberitahukan,
"Ada seorang penduduk desa menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada penduduk desa mencariku?Siapa dia? Aku berjalan keluar kamar dan melihat seseorang yang berpakaian lusuh. Seluruh badannya kotor kotor penuh debu. setelah melihat lebih dekat, ternyata kakakku, "Mengapa kau tidak bilang pada temanku bahwa kau kakakku?"
Dia menjawab sambil tersenyum, "Lihat penampilanku. Apa yang mereka pikir jika mereka tahu aku adalah kakakmu?Mereka pasti akan menertawakanmu."

Aku terenyuh. Air mata memenuhi mataku. Aku segera menyapu debu-debu dari tubuh kakakku, dan berkata dengan tersendat-sendat,"Aku tidak peduli omongan siapapun!Kau adalah kakakku. apapun dan bagaimanapun penampilanmu."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku dan menjelaskan, "Aku melihat melihat semua gadis-gadis kota memakainya. Jadi aku pikir adikku harus memakainya juga." Aku tidak dapat menahan diriku lebih lama lagi. Aku memeluk kakakku lalu menangis dan menangis. Waktu itu aku berusia 21 tahun dan kakakku 24 tahun.

Tangisan keempat
Ketika musim liburan tiba, aku pulang ke rumah diantar oleh pacarku. Kulihat kakakku pun berada disana dengan tangan terbalut saputangan karena luka. Rumahku sekarang bersih sekali. Kaca jendela pecah yang terbengkalai sekian lama sudah kembali bagus. Ibu sudah bekerja keras untuk membenahi rumah ini untuk menyambut kepulangan kami, pikirku. Setelah memperkenalkan pacarku pada ibu dan kakakku. Ia harus kembali pulang ke kota. Aku ditinggal sendiri menghabiskan masa liburanku, "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk membersihkan rumah ini bagi kedatangan kami." Tetapi ibu menimpali sambil tersenyum, " Kakakmulah yang mengerjakan ini semua. Dia sengaja pulang lebih awal dari kamu. Untuk membersihkan rumah. Sampai tangannya terluka ketika memasang kaca jendela yang pecah itu. Tidakkah kau melihat luka yang ada pada tangan kakakmu?"

Aku segera menemui kakakku. Melihat wajahnya yang kurus segera aku mengambil perban dan tangan kakakku. Ku campakkan saputangan yang membalut tangannya yang luka. Ku ambil salep antiseptik dan segera ku bungkus luka itu dengan perban.
"Apakah tanganmu tidak sakit?", tanyaku.
"Ah, tidak. Ini tidak seberapa. Kamu tahu, di tempatku bekerja, batu-batu berjatuhan setiap saat. Bahkan pernah pada suatu ketika jatuh menimpa kakiku dan kepalaku.. Itu tidak menghentikanku bekerja dan......" Ia menghentikan bicaranya ketika dilihatnya aku memunggunginya dan air mataku deras mengalir ke wajahku. Dia berlalu seraya mengusap kepalaku. Waktu itu usiaku 23 tahun dan kakakku 26 tahun.

Tangisan kelima
Akhirnya aku mendahului kakakku untuk menikah dan aku tinggal di kota. Berulang kali aku dan suamiku mengajak kedua orang tuaku untuk tinggal bersamaku di kota, tetapi mereka menolak. Karena mereka tidak mau meninggalkan desa tempat hidup mereka. Kakakkupun juga tidak setuju. Ia berkata, " Jagalah mertuamu. Biar aku yang menjaga ibu dan ayah disini."

Suamiku menjadi Direktur di pabriknya. Kami menginginkan kakakku mendapatkan pekerjaan yang layak sebagai Manajer pada Departemen Pemeliharaan. Tetapi kakakku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras akan memulai usaha sendiri sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, kakakku mendapat kecelakaan ketika sedang memperbaiki rumah langganannya. Ia harus masuk rumah sakit. Aku bersama suamiku segera menjenguknya. Melihat tangan yang di gips, aku menggerutu, "Mengapa kau menolak menjadi manajer? Manajer tidak harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, lukamu begitu serius. Mengapa kau tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan wajah serius, ia membela keputusannya, "Pikirkan suamimu, ia baru saja menjadi direktur, sedangkan aku hanya orang yang tidak berpendidikan. Jika aku menjadi manajer hanya karena aku kakak iparnya. Apa nanti kata orang?" Mataku dipenuhi airmata dan kemudian keluar kata-kataku yang terpatah-patah: "Kau kurang pendidikan juga karena aku!". Lalu kata kakakku :"Mengapa membicarakan yang sudah berlalu?". Waktu itu aku berusia 27 tahun dan kakakku 30 tahun.

Tangisan keenam
Kakakku menikah dengan gadis petani di desaku. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Bahkan tanpa berpikir panjang ia menjawab, "Adikku." Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan sudah tidak ku ingat lagi.
"Ketika sekolah dulu, biasanya setiap hari Senin selalu diadakan upacara bendera. Dan aku kebagian menjadi petugas upacara itu. Kami semua diwajibkan memakai seragam lengkap. Kemeja putih, celana merah, topi merah, dasi merah, sepatu hitam dan kaos kaki putih. Jika tidak mengenakan seragam itu tentunya akan mendapat hukuman. Pada saat itu dasi yang kupunya hilang entah kemana. Dan pada saat itu pula adikku menyodorkan dasi kepunyaannya padaku, katanya aku lebih memerlukannya. Tapi rupanya kewajiban memakai seragam lengkap itu bukan untuk petugas upacara saja tetapi juga untuk seluruh peserta upacara. Dan adikku tahu akan hal ini. Adikku mendapat hukuman dari sekolah karena ia tidak memakai dasi sebagai bagian dari seragam sekolah. Ku lihat dia di hukum dengan dijemur di tengah lapangan sendirian. Dia begitu kelelahan dan dia tidak menangis. Sejak hari itu, aku berjanji, selama aku masih hidup aku akan selalu menjaga adikku dan akan selalu baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah keluar dari mulutku,
"Dalam hidupku, orang yang paling layak mendapat terima kasihku adalah kakakku!".
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran dari mataku seperti sungai. Waktu itu usiaku 30 tahun dan usia kakakku 33 tahun.


dari Bahana 2006


Catatan : Ketika membaca ,mengedit dan menulis kembali kisah 'I CRIED FOR MY BROTHER SIX TIMES' ini, tak terasa air mataku ikut mengalir, terkenang masa lalu yang pernah terjadi walau dalam situasi dan kondisi yang berbeda.(D'Crow)


Read Users' Comments ( 0 )